16 Desember 2008

Bagaimanakah Nasib Maleo?


PADA tahun 1993, Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk memiliki
Mobil Nasional, dalam artian suatu rancangan mobil yang dikembangkan
dan diproduksi oleh rakyat Indonesia. Dengan jumlah penduduk sebanyak
200 juta jiwa, keinginan itu tidaklah berlebihan. Keinginan itu
kemudian dirumuskan oleh suatu tim, dan selanjutnya diwadahi dalam
Proyek Ma
leo.Pada awal perkembangan proyek, trend mobil Indonesia
dibahas bersama badan dan masyarakat yang berkecimpung dalam bidang
otomotif.
Dari sana banyak masukan yang diterima dan kemudian diolah
sebagai bahan rancangan mobil Maleo.

Sebagai salah satu perusahaan yang memiliki sumber daya dalam bidang
perancangan, saat itu, PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia/DI)
ikut terlibat dalam perancangan mobil Maleo.

Kerja sama pertama

PADA tahun 1993, Indonesia memiliki kesepakatan kerja sama dengan
Pemerintah Inggris, salah satu bagian kerja sama tersebut adalah
p
engembangan kendaraan (vehicle development project). Dari dana kerja
sama itu direnca
nakan akan digunakan untuk pengembangan Mobil
Indonesia. Pemerintah Inggris menunjuk Rover sebagai mitra-kerja untuk
proyek tersebut, sedangkan dari Indonesia diwakili oleh BPIS untuk
bersama-sama mengembangkan Mobil Indonesia.

Karena waktu yang sangat singkat, maka Rover menawarkan untuk
menggunakan salah satu platform mobilnya (Gambar 1) untuk digunakan
sebagai dasar pengembangan membuat Mobil Indonesia. Dengan
mengutak-atik platform tersebut, maka disepakati bentuk dasar Mobil
Indonesia saat itu adalah seperti pada Gambar 2. Dari platform yang
ada tersebut agak sulit untuk mendapatkan mobil seperti yang kita
kehendaki, misalnya kita ingin memasukan styling trend yang mutakhir.
Dari kerja sama antara BPIS dengan Rover tersebut, ternyata ada
kendala yang tidak dapat disepakati, yang berakibat pada kerja sama
antara Rover (Inggris) dan BPIS (Indonesia) tidak berkelanjutan.

Kerja sama kedua

Guna melanjutkan proyek tersebut BPIS mencari mitra-kerja baru yang
dapat menerima kondisi proyek seperti apa adanya dan melanjutkannya.
Akhirnya diputuskan untuk melanjutkan Proyek Maleo dengan kerja sama
antara BPIS dengan sebuah rumah desain dari Australia, yaitu Millard
Design Australia (MDA).

Medio 1995 kerja sama dijajaki dan akhirnya pada bulan Desember 1995
disepakati kerja sama yang mencakup perancangan sampai dengan
pembuatan prototipe, dan direncanakan selesai bulan September 1997.

Kerja sama ini lebih ba
ik dibandingkan kerja sama sebelumnya karena
Indonesia memiliki kebebasan untuk memilih platform yang akan
digunakan, sehingga segala kemungkinan dapat dimasukkan ke dalam
rancangan. Dalam mengembangkan rancangan dan rekayasanya BPIS
mempercayakan kepada PT DI untuk melakukannya bersama MDA.

Guna mengimbangi kemampuan Australia dan mengejar waktu, maka PT DI
telah mengerahkan 80 engineer-nya untuk mengerjakan Proyek Maleo.
Penugasan ini dilakukan dengan jadwal yang ketat, artinya selain
pencapaian Proyek Maleo, kegiatan-kegiatan utama di PT DI tidak boleh
terganggu, (CN-235, N-250, dan N-2130). Dengan cara kerja seperti itu
semua jadwal yang direncanakan dapat terpenuhi, dan dengan cara itu
juga kita dapat membuktikan bahwa kapabilitas orang Indonesia mampu
sejajar dengan rekan-re
kannya dari Australia.

Perancangan Maleo

Bagi PT DI membuat rancangan produk bukan sesuatu yang baru, apalagi
antara mobil dan pesawat terbang mempunyai karakteristik yang sama
dalam penerapan teknologi. Oleh karena itu, suatu hal yang biasa jika
engineer dari industri pesawat terbang dapat beralih ke industri
otomotif, dan kemungkinan ini sudah mulai dikhawatirkan oleh
industri-industri pesawat terbang dunia (Air Transport World, Agustus
1998).

Dalam tahap-tahap rancangan, tidak banyak berbeda antara pesawat
terbang dengan mobil, karena banyak kriteria yang sama dengan pesawat
terbang, seperti tingkat ket
elitian yang tinggi dan sangat ketat
terhadap regulasi-regulasi yang harus dipenuhi. Kebiasaan ini
memudahkan kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam menetapkan
suatu rancangan. Dengan segala macam perbedaan dan berjalannya waktu,
akhirnya didapatkan titik-titik temu yang dapat menghasilkan rancangan
optimum. Nilai lebih yang dimiliki oleh Indonesia adalah dalam
penggunaan perangkat-perangkat komputer dalam perancangan (CAD), kita
lebih terampil, kekurangannya hanya karena kita belum pernah merancang
mobil, jadi agak lambat pada awal-awalnya.

Dengan berbagai merek k
endaraan sekelas Maleo, dilakukan
pengujian-pengujian untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan
pada Maleo. Dari pengujian-pengujian statis dan dinamis tersebut
d
iperoleh karakteristik rancangan Maleo.

Secara lengkap kriteria tersebut tertuang pada suatu features list
yang berisi tentang rincian rancangan (ada 258 butir). Dari
kriteria-kriteria ini dikembangkan lagi styling-nya, sehingga
diperoleh gambar rancangannya (rendering).

Setelah kriteria-kriteria rancan
gan diperoleh maka langkah selanjutnya
adalah melakukan reverse engineering, dengan cara ini maka proses
perancangan dipersingkat tanpa mengurangi segi ketelitiannya. Hasil
reverse engineering tersebut kemudian diolah dengan CAD untuk menjadi
gambar awal rancangan.

Berdasarkan gambar awal tersebut dibuat model tanah-liatnya untuk
skala 1:1 (interior dan exterior) dan skala 30 persen untuk pengujian
aerodinamika. Dari model-model tersebut styling diperhalus dan
dicocokkan dengan kriteria-kri
teria engineering-nya. Dengan optimisasi
styling dan engineering, diperoleh hasil rancangan yang kemudian
dibuat prototipenya. Bersamaan dengan itu dilakukan rincian-rincian
rancangannya berupa gambar teknik dan dokumen teknik.

Berlanjutkah Maleo?

Pada awal dicanangkan Proyek Maleo, waktu itu pemerintah/BPIS
menyatakan bahwa cita-cita yang diemban Maleo adalah menjadi pusat
industri otomotif di ASEAN, tentu kita semua senang kalau kita
mempunyai keinginan untuk menjadi industri otomotif yang unggul di
kawasan ASEAN, tinggal kita mengukur kemampuannya. Kecuali dana dan
niat yang sungguh-sungguh, kita memiliki sumber-sumbernya. Tetapi pada
kondisi sekarang, kedua s
umber itu rasanya sangat sulit untuk diperoleh.

Dengan penduduk di atas 200 juta jiwa dan sumber daya yang ada rasanya
terlalu sulit jika kita tidak memiliki optimisme. Jangankan kita,
negara lain saja masih mempunyai optimisme terhadap kemampuan pasar di
Indonesia, walaupun mereka masih khawatir kalau harus berinvestasi di
Indonesia saat itu.

Jika hal ini berlarut-larut, akan makin sulit mengembangkan kemampuan
industri otomotif kita. Sudah bukan hal baru kalau kita membicarakan
potensi pasar di belahan Pasifik, atau kalau kita persempit nilai
optimisme tersebut pada k
awasan ASEAN juga masih sangat potensial, dan
j
angan disia-siakan lobi kita di ASEAN.

Dengan populasi penduduk ASEAN sejumlah 493 juta dan penjualan
kendaraan pada tahun 1996 sebanyak 1,4 juta, tidak layak kalau kita
masih tetap pesimis, belum lagi negara-negara yang baru bergabung
dalam ASEAN (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) yang juga pasti
berkeinginan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Oleh banyak kalangan
mereka dianggap merupakan potensi pasar yang menjanjikan.

Selain itu kita juga pernah mengenyam kenikmatan pasar dalam bidang
otomotif, oleh karenanya harus ditata kembali pasar tersebut agar
menjadi potensi yang menarik bagi para industrialis maupun investor.

Maleo sebagai proyek telah berakhir dan berhasil membuat sepuluh
prototipe (Gambar 3), tet
api karena kondisi pemerintah saat itu (akhir
1997), prototipe itu tidak berhasil ditampilkan kepada pemiliknya
(rakyat Indonesia). Dengan terjadinya perubahan dalam sistem
pemerintahan, status Maleo masih tetap belum jelas..., atau belum
jelas siapa yang harus memperjelasnya?

Dalam kondisi sekarang yang tampaknya semangat kemandirian sedang
digalakkan kembali, mungkin Maleo bukan hanya sebagai proyek
perancangan saja, tetapi dapat dilanjutkan seperti pada cita-cita
awalnya, yaitu menjadi pendorong pertumbuhan industri otomotif di
Indonesia, dan berjaya di kawasannya.


Berikut ini adalah gambar-gambar Rancangan Maleo










Gambar 1. Berupa Karakteristik Rancang Maleo














Gambar 2. Berupa Bentuk Dasar dari Maleo









Gambar 3. Berupa Prototipe





Bagaimanakah kelanjutan Maleo?banyak sekali desas-desus bahwa Maleo akan d kembangkan kembali,,tetapi dengan Mesin yang lebih ramah lingkungan...
Jika Maleo dapat terealisasi, itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi Rakyat Indonesia..
Semoga Maleo dapat terealisasi dengan cepat..